Gara-Gara Si 'Parutan Kelapa'

Aku jadi cengar cengir sendiri membaca komen kawan-kawan di media sosial yang ---maaf--- tidak mencerminkan dia manusia yang berakal dan bernurani.
Bukan, bukan kawan yang di sini (akun FB-ku) kok, insya Allah mereka masih bisa memperhitungkan kata-kata apa yang masih pantas didengar, baik telinga sehat maupun yang ada gangguan. Juga yang masih pantas dilihat dan dibaca, baik mata yang bening ataupun yang buram-buram gak jelas.

Tentu saja ini bukan sekadar 'ini urusan gue, sok bijak lu!'




Ini tentang mengingatkan, Kawan.


Sebenarnya 'sakit' juga membaca kalimat kasar dan tajam macam parutan kelapa itu. Bagaimana tidak? Kawan lainnya yang tidak sepakat dengan apa yang sudah diparut pakai lidahnya itu, membawa-bawa 'pola asuh orang tua', orang tua meeeen... Iya, ayah-ibu, bapak-mama, babe-enyak, abi-ummi, bokap-nyokap, apalah lagi sebutannya.
Karena parutan kelapa (ini kenapa jadi nyalahin parutan yah?), orang tua yang kena semburan ampasnya!! (mulai kacau nih-butuh aqua kayaknya)
"Itu gara-gara orang tua yang tidak memperhatikan pergaulan anaknya."
"Itu gara-gara orang tua tuh yang gak membatasi tontonan anaknya."
"Itu salah televisinya, tauk!" (lha, yang ini televisi yang kena ampasnya, padahal kan dia cuma memperlihatkan gambar dan memperdengarkan suara. Kasian tipinya)

Nah, jadi berentet kalau sudah urusan menyalahkan, tak ada yang mau kena semburan ampas... Hehehe
Kawanku yang lembut hatinya, ayo kita belajar memperbaiki kualitas perkataan, jika seseorang telah membuat kita hampir menjadi -maaf lagi- binatang, ingat-ingatlah orang yang berjuang demi hidup kita, bisa jadi mereka kurang memperhatikan kebutuhan ruhani dan spiritual kita karena sibuk memikirkan masa depan kita secara materi, untuk bisa hidup layak. Tidakkah kita berpikir barang sejenak untuk membantu mereka menyiapkan masa depan kita sendiri dengan tidak membuat mereka menyesali diri karena merasa selalu kurang dalam mendidik dan menyayangi kita.
Ayo, mulai dari hal kecil seperti memfilter apa yang kita ucapkan, agar kelak tak ada yang akan mengatakan "itu anak siapa sih, ngomongnya kok nyebutin semua penghuni kebun binatang dan sebangsanya yah? Orang tuanya gak ngajarin ngomong nama makanan atau sayur-sayuran kali yah, makanya kelakuan juga mirip dengan yang dia sebutin tadi." Astaghfirullah...
-waaah, panjang juga ceramahnya pemirsa. Kenyamanan, lupa ama kuota 
grin emotikon
Kalau gitu kita sudahi dulu... n___n

GB-6 Juli 2015


Komentar

Exister